Pengamat Komunikasi: Hadirkan Oposisi Kuat untuk Selamatkan Demokrasi

pengamat komunikasi dorong oposisi

Calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka resmi ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih pada  Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Rabu (24/4/2024). Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Nomor 504 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu 2024.

Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan sengketa Pemilu 2024 itu bakal mengubah peta politik di Indonesia. Perkembangan terbaru, komunikasi politik antar partai yang kalah dengan pasangan Prabowo-Gibran terjalin.

Dugaan bergabungnya partai yang kalah ke kubu Prabowo-Gibran sangat mungkin terjadi. Pengamat Komunikasi, Yons Achmad menilai komunikasi politik ke depan harus diarahkan agar bisa menghadirkan kekuatan oposisi yang kuat untuk selamatkan demokrasi.

“Saya kira, main mata antara partai-partai yang calonnya kalah di pilpres kemarin tak terelakkan, tapi publik harus mendorong lahirnya kekuatan oposisi yang kuat untuk selamatkan demokrasi kita,” katanya

Yons menambahkan, kondisi perpolitikan 2019-2024 perlu dicatat sebagai gagalnya membangun kekuatan oposisi. Partai-partai yang kalah dalam pilpres seperti Partai Gerindra dan Partai Amanat Nasional (PAN) ternyata masuk kekuasaan. Tinggal Partai  Keadilan Sejahtera (PKS) yang tersisa.

“Sayangnya, kalau melihat performa kekuatan oposisi yang dilakukan PKS, lebih karena keterpaksaan dan nasib, hasilnya kurang serius dan maksimal dalam mengontrol pemerintah,” ujar Direktur Komunikasyik Indonesia ini.

Yons menilai, kekuatan oposisi yang kuat diperlukan sekarang ini. Alasannya, 10 tahun kepemimpinan periode pemerintahan Jokowi banyak sekali cacat politik, cacat demokrasi dan kebijakan-kebijakan yang menabrak konsitusi serta merugikan kepentingan publik (rakyat).

“Saya pikir, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menjadi kekuatan oposisi baru yang perlu didorong. Pengalaman menjadi partai oposisi dalam periode sebelum pemerintahan Jokowi menjadikan track record yang bisa diandalkan untuk mengontrol beragam kebijakan pemerintahan Prabowo Gibran kelak,” ungkapnya.

Yons menilai, hadirnya kekuatan oposisi yang kuat ditambah dengan aktifnya gerakan sipil dalam mengontrol beragam kebijakan pemerintah, memberi angin segar tersendiri bagi fenomena kebangsaan. PDIP yang tidak hadir dalam penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil presiden terpilih menjadi sinyal kuat munculnya kekuatan oposisi baru itu.

Reporter: Bayu Permana