Understanding Your Communication Style

gaya komunikasi

Understanding Your Communication Style         
Oleh: Yons Achmad
(Penulis. Pendiri Komunikasyik.com)

Hakikat komunikasi mencapai kesepahaman bersama (mutual understanding). Banyak gaya yang dilakukan orang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Sadar atau tidak sadar,  gaya itu mungkin telah dijalankan atau berjalan begitu saja. Ada yang efektif, ada yang mungkin tidak. Untuk itu, sudah saatnya, kembali perbincangkan kecenderungan gaya komunikasi kita. Untuk selanjutnya: berefleksi, berkontemplasi, agar gaya komunikasi kita berdampak positif bagi kehidupan kita.

Gaya ini memang sudah akrab dikalangan mereka yang aware (sadar) dengan “Communication Skills”. Tapi, tak ada salahnya, saya angkat kembali. Tentu dengan perspektif dan penjelasan yang agak berbeda agar relevan dengan kebutuhan zaman. Gaya komunikasi manusia, kalau sederhanakan hanya berputar-putar di 3 gaya saja. Diantaranya:

Pertama, pasif (Passive communication). Menjadi pasif tak selalu buruk. Justru banyak dilakukan orang. Terutama, karena ingin menghindari konflik. Kesan yang ditampilkan, tidak banyak cakap (bicara), suka mendengarkan orang lain bicara, sehingga menjadikannya mudah bergaul. Kenapa? Sebab, keterampilan bisa dan mau mendengarkan orang lain semakin jarang dimiliki orang. Ia, mungkin sering acuh tak acuh, sering mengalah saja dengan orang lain. Alasannya, “Aku cuman pingin hidup tenang dan damai.” Tak masalah. Tapi, disaat yang tepat, perlu juga utarakan lewat perkataan atau tulisan. Agar orang tahu perasaan, jalan pikiran dan ide-ide  besar kita.

Kedua, agresif (Aggressive communication). Gaya ini banyak dihindari orang. Tapi, diam-diam sering merasuki orang. Berawal dari sifat “bossy” alias mereka yang suka memerintah dan mengatur sesuka hati tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain.  Gayanya, suka bicara keras dan menuntut. Dalam pembicaraan, sering begitu mendominasi. Tak segan-segan untuk menyerang, mengintimidasi dan menyalahkan orang lain. Suka mengeluarkan perintah, mengajukan pertanyaan kasar dan selalu gagal mendengarkan  orang lain.  Kadang memang tetap dihormati oleh orang-orang sekitar. Ya, hanya karena memang dia mungkin masih sebagai “Bos” saja.

Ketiga, asertif (Assertive Communication). Sebuah gaya yang penuh ketegasan (tegas). Dalam pengembangannya, diartikan dengan gaya komunikasi yang terbuka tapi  tetap menjaga rasa hormat terhadap lawan bicara. Sebuah gaya yang tentu lebih ideal dibandingkan dengan gaya-gaya yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebuah teknik yang kadang bertujuan untuk menang tanpa menjatuhkan lawan. Praktiknya, menyampaikan isi pikiran dengan tegas, jelas, tenang, santai tanpa menyinggung perasaan orang lain. Dan ini tak mudah. Komunikasi asertif ini banyak sekali variannya. Mulai dari basic assertion, empathic assertion sampai  broken record.

Mungkin, masih agak sedikit susah dipahami. Tapi, coba kita hadapkan dalam kehidupan keseharian. Misalnya, Anda disodori secangkir kopi yang tidak sesuai selera. Misalnya, ketika dirasa terlalu manis ya katakan saja, tidak usah berpura-pura. Kalau itu dilakukan, “Gaya pasif” namanya.  Ketika Anda bilang “Kopi kemanisan nih, gue nggak suka”, itu “Gaya Agresif”. Tampak netral, tapi bisa membuat tersinggung pembuatnya, kadang bisa jadi dongkol dan kesal. Yang “Gaya Asertif” seperti apa? “Kopinya enak, cuman saya lebih suka kopi yang tidak terlalu manis”. Itu contoh kalimat yang mendekati gaya asertif. Pesannya tegas, jelas, tapi tidak menyinggung perasaan orang lain.

Masih banyak contoh yang lain. Di sini, saya hanya ingin berbagi perspektif saja. Tidak sedang ingin menyalahkan siapa saja. Satu hal yang pasti, ketika kita terus berusaha coba perbaiki kecakapan komunikasi (Communication skills) kita, harapannya, juga akan membawa kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Itu saja. []